tiwinisacha. Powered by Blogger.
RSS

Kerajaan Bawah Laut


Aku bermimipi bahwa mimpiku bisa direkam. Alhasil sebangun tidur, aku menyetel ulang rekaman itu dan ku tunjukan pada orangtuaku (padahal ternyata ini juga masih dalam mimpi). Di layar TV terlihat aku yang awalnya hanya berjalan-jalan di taman dengan dekorasi sangat bagus yang belum pernah ku datangi. Di belakangku ada mas Uyung sedang berjalan menuju suatu tempat, penampilan dan raut wajahnya masih sangat sehat dan energik, seakan-akan aku duduk di suatu "masa" yang membawaku kembali ke beberapa tahun silam saat kondisinya masih baik-baik saja.
Kemudian aku datang ke kolam renang, memuaskan diri dengan berenang kesana kemari. Tapi anehnya aku sendirian. Sama sekali tidak ada pengunjung lain. Tiba-tiba seperti ada suara dari dasar kolam yang memanggilku, mengajakku menyelam ke dasar.

Terkadang Hanya Waktu Yang Mampu

Terkadang, kita baru bisa menyadari sebuah kesalahan ketika segalanya telah berlalu. Terkadang, kita baru bisa mengambil makna dari sebuah kejadian ketika segalanya nampak terlambat. Terkadang, kita baru bisa melihat dimana sisi-sisi yang harus kita perbaiki dalam diri kita ketika segalanya sudah berubah jauh. Terkadang, kita baru menyadari betapa berharganya sesuatu ketika kita sudah kehilangan...
Terkadang, kita menyalahkan orang lain dengan keras saat sebenarnya kita juga andil dalam kesalahan. Terkadang, kita meluapkan emosi dengan kata-kata tajam hingga mengukir luka yang tak tersembuhkan. Terkadang, kita baru menyesali amarah yang terlanjur tumpah di masalalu ketika penyesalan sudah tak dapat mengubah apapun... Terkadang memang hanya waktu yang mampu menyadarkan, hanya waktu yang mampu meredam, hanya waktu yang mampu mengubah, hanya waktu yang mampu menyembuhkan...

Segitiga Matahari


Sinar mentari semakin terang menembus kaca jendela. Aku bergegas mengikat tali sepatu untuk berangkat ke sekolah. Pagi ini firasat terasa buruk sekali, entah mengapa. Setibanya di SMPN 174, aku berpapasan dengan tiga teman karibku di tangga menuju lantai tiga. "Haiii...!" ku sapa mereka dengan penuh semangat dan keceriaan. Mereka menatapku, namun diluar dugaan, seketika dibuang pandangannya dari wajahku dengan sinis, lalu berlalu pergi begitu saja, tanpa jawaban, tanpa senyuman balasan. Melihat perlakuan itu, aku baru teringat dengan permasalahan yang belum terselesaikan diantara kami, sebuah kesalahpahaman yang membuat semuanya menghilang dariku.
Hati termenung sambil tetap melangkah menuju kelas. Sebelum sempat membuka pintu, ku rasakan sesuatu muncul dengan gerakan yang tak wajar, terletak jauh di sebelah kananku. Kehangatan menyentuh kulit dan dengan cepat semakin bertambah panas, tak seperti biasanya. Ku palingkan wajah untuk melihat ke arah pintu pagar sekolah, ternyata diatasnya terbit sebuah matahari, bergerak dengan amat cepat, semakin meninggi hanya dalam hitungan detik. Ku picingkan mata yang semakin kesilauan saat dua matahari lainnya terbit menyusul matahari pertama, membentuk sebuah formasi segitiga...